Halaman

FOKUS

Sabtu, 30 Maret 2019

Ruang Terbuka Hijau Kota Malang Makin Menipis

Warga Kota Malang menikmati suasana RTH


KEMERUCUK, MALANG - Beberapa kebijakan Pemkot Malang, dituding tidak sesuai dengan aturan lingkungan hidup oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI). Diantaranya menggunakan  Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk lokasi pembangunan pusat perbelanjaan maupun perkantoran.

Hal itu mengakibatkan berkurangnya wilayah resapan air, karena makin sempitnya Ruang Terbuka Hijau dan menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di Kota Malang, yang berada di dataran tinggi dan memiliki sungai terpanjang di Jawa Timur.

Purnawan Dwi Negara dari Dewan Daerah Walhi Jatim mencontohkan, lokasi Matos (Malang Town Square) yang merupakan pusat perbelanjaan modern terbesar di Kota Malang, awalnya adalah kawasan RTH publik. Demikian pula sejumlah perumahan, dibangun di kawasan yang seharusnya dilindungi karena merupakan kawasan hijau.



Lalu apakah pembangunan di Kota Malang untuk memenuhi target investasi? Menurut Purnawan, dalih itu merupakan alasan klasik. Bahwa pembangunan akan mendatangkan banyak investasi untuk menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD). “Yang saat ini terjadi, dibangun dulu baru Amdalnya menyusul. Ini saja sudah menyalahi aturan. Belum lagi soal lokasinya,” katanya. Hal tersebut akhirnya memperkuat tudingan adanya "main mata" di lingkungan pengambil kebijakan.

Kasus terakhir yang ditemukan Walhi, adalah rencana pembangunan sebuah apartemen berlantai 25 di dekat Taman Kota Malabar atau di belakang Oro-Oro Dhowo. Rencana pembangunan apartemen oleh salah satu perusahaan properti ternama di Indonesia tersebut, tidak mungkin terlaksana jika tidak mendapat ijin dari Pemkot. Sebab, pengembang harus memiliki dokumen Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) yang diterbitkan Pemkot sebelum rencana tersebut dilaksanakan.

Sementara itu, Koordinator Badan Pekerja MCW M Fahrudin mengatakan, kasus korupsi berjamaah anggota DPRD Kota Malang tahun lalu harus menjadi pembelajaran berharga. praktik suap yang melibatkan sebanyak 41 orang menunjukkan kelemahan mereka sebagai pengambil kebijakan. Karenanya, saat duduk sebagai wakil rakyat, mereka berupaya untuk mengeruk keuntungan pribadi.

Untuk diketahui, KPK mengamankan puluhan anggota DPRD Kota Malang setelah terbukti terlibat korupsi berjamaah dengan mantan Wali Kota Malang Moch Anton. Selain menerima uang suap senilai Rp 700 juta dari proyek di Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PU-PPB), mereka juga melalukan transaksi gratifikasi pengadaan lahan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Supit Urang. Akibat perbuatan mereka, menurut Fahrudin dampaknya dirasakan oleh masyarakat.(Ghozi/Bet)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FEATURE

Legipait, Pangkalan Seniman Sebelum Pameran

Pengunjung Kedai Kopi Legipait Kota Malang Warung kopi di Malang tumbuh bak cendawan di musim hujan. Di pusat kota, tak jauh dari sta...