Halaman

FOKUS

Sabtu, 30 Maret 2019

Legipait, Pangkalan Seniman Sebelum Pameran

Pengunjung Kedai Kopi Legipait Kota Malang


Warung kopi di Malang tumbuh bak cendawan di musim hujan. Di pusat kota, tak jauh dari stasiun, berdiri kedai bernama Legipait. Menempati sebuah rumah lawas mungil nan sederhana, Legipait adalah tempat favorit sejumlah komunitas di Kota Pelajar itu.

Oleh : ANWAR BAHAR BASALAMAH

MALANG - Jarum jam menunjukan pukul 11.00 siang. Sebuah rumah kecil tua berdiri di pojok Jl Pattimura, Kecamatan Klojen. Minggu siang yang terik itu, beberapa pemuda tengah berkumpul di sana. Sembari mengobrol, mereka menyeruput secangkir kopi dan aneka minuman lainnya.
Ya, tempat itu adalah kedai kopi favorit bagi pemuda Kota Malang. Kedai Legipait yang kerap menjadi tempat kongkow dan nongkrong sejumlah komunitas.

“Banyak komunitas (di Malang) yang datang ngopi di sini,” kata Nini, salah satu pelayan Kedai Legipait.



Tak heran Legipat adalah kedainya para komunitas. Sebab, Nova Ruth pemiliknya, merupakan penyanyi hiphop. Karenanya banyak kenalannya yang datang dari beragam komunitas. Baik seniman musik, perupa maupun komunitas lainnya.

Berdiri pada Agustus 2011, kata Nini, Legipait dibangun dengan konsep rumahan. Karena itulah, pemilik sengaja tidak merenovasi rumah mungil tua itu. Mereka membiarkan kedai kopi layaknya sebuah rumah.

“Jadi ngopi di sini, seperti  (ngopi) di rumah sendiri,” ujar perempuan berusia 39 tahun itu.

Dengan konsep rumah lawas, beberapa properti di dalamnya juga lebih banyak dipajang barang-barang kuno. Salah satunya yang terpajang di dekat jendela adalah kamera. Adapun perabotan lain menyesuaikan. Namun tidak satupun perabotan modern dan mewah di sana. “Barang-barang lama,” kata Nini.

Koleksi Benda Kuno di Kedai Kopi Legipait Malang


Sejak berdiri, kata Nini, sudah banyak komunitas yang mampir dan menjadikan Legipait sebagai tempat favorit berkumpul. Yang sudah pasti adalah para seniman. Termasuk di antaranya adalah grup band indie di Kota Malang. Bahkan, beberapa berasal dari luar kota.

Selain mereka, para pendaki Gunung Semeru dan komunitas pecinta alam juga kerap mampir ke Legipait. Khususnya, setelah melepas lelah setelah pendakian di gunung tertinggi se-Jawa itu.

“Setelah turun (gunung), biasanya ngopi dulu di sini,” ungkapnya.

Saking dekatnya dengan komunitas, Legipait ibarat markas kedua mereka. Pada 2012, saat seniman seni rupa menggelar pameran, mereka menjadikan kedai tersebut sebagai tempat beraktivitas. Selama tiga hari, para seniman itu mengerjakan lukisan dan mempersiapkan pameran.

Usai pameran, beberapa lukisan ditinggal di kedai. “Lukisan kami pajang di dinding. Sengaja ditinggal teman-teman (seniman) sebagai kenangan,” ujar Nini seraya menunjuk beberapa karya mereka.



Di kedai kopi, mereka bisa berjam-jam mengobrol. Apalagi Legipait buka pagi sampai malam. Setelah buka sekitar pukul 07.00-13.00, kedai tutup sampai pukul 16.00. “Setelah itu dibuka lagi sampai jam sebelas (malam),” ungkap perempuan yang tinggal di Blimbing ini.

Kini dengan semakin menjamurnya kedai kopi, Legipait tak akan mengubah konsep rumahan itu. Mereka tetap sederhana, terkesan usang, dan mungil. “Kalau kami ubah konsepnya, ciri khasnya hilang. Biarkan seperti ini tanpa renovasi apapun,” pungkas Nini. (Baz/ Bet)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FEATURE

Legipait, Pangkalan Seniman Sebelum Pameran

Pengunjung Kedai Kopi Legipait Kota Malang Warung kopi di Malang tumbuh bak cendawan di musim hujan. Di pusat kota, tak jauh dari sta...